Ketika aku berjalan menuruni Gunung Merbabu. Ada angin sang berbisik menyegarkan kepadaku. Aku melihat seorang pemuda yang kebingungan mencari guru tentang ajaran sakti untuk membalas rasa sakit hati.
"Maukah engkau aku ceritakan tentang penganut ajaran sesat dan tentang ilmu hitam dan ilmu putih?"
Pemuda itu menunduk sungkem sambil berkata,
"Sekirinya Tuan Sapta berkenan!"
Akupun bersabda:
"Sebab, bagi mereka (penganut ajaran sesat) yang menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk kejahatan, sesungguhnya itulah yang disebut ilmu hitam."
Sebelum mempelajari ilmu, pondasi agama itu yang sebenarnya harus dibangun. Karena tanpa itu, ilmu yang dipelajari bisa membawa seseorang pada kegelapan. Bagian itu yang paling sulit.
Ucapan Si Ahli Zikir, seperti sapta pandita ratu, ucapannya seperti hukum yang direstui alam dan ucapannya adalah doa mujarab. Jika dia sudah berkata-kata maka terjadi-terjadilah, seperti ucapan para wali Allah. Biasanya para ahli zikir ini selalu menjaga sikap dan perkataan, karena mereka selalu menyadari ucapannya bisa membawa malapetaka. Inilah kesaktian yang hakiki yang datang atas seizin Allah.
Ketika akan dijahati orang, kebanyakan mereka (orang yang ingin berbuat jahat) menjadi gentar hanya dengan menatap sorot mata si ahli zikir. Maka dia bisa dikategorikan orang sakti.
Tapi bila itu perjanjian antara dia dengan setan, jin atau sebagainya, yang menjadi syarat untuk menjadi digdaya. Jelas ini mengantarkan pada kesyirikan.
Zaman dulu banyak orang sakti, bisa menghilang dan bisa terbang, bahkan tidak mempan oleh senjata tajam. Atau bisa hidup kembali setelah dibunuh, karena mempelajari rawa rontek. Mereka mempelajari itu dengan lelaku, tapa brata puasa 40 hari 40 malam atau sebagainya.
Misalnya dengan saudaranya (ari-ari), atau biasa disebut kakang kawah adi ari-ari dalam ilmu Jawa. Bagi orang yang mempelajari ilmu ini, dia bisa memecah raga menjadi dua bagian.
☆☆☆☆☆
